Selasa, 24 November 2009

Kelengkapan Pra Registrasi Obat Kopi

1. Uraian :

  • Nama obat jadi
  • Formula
  • Bentuk sediaan
  • Kemasan
  • Nama pendaftar
  • Produsen
  • Kategori obat

2. Dokumen yang diserahkan :

A. Kelengkapan data administrative

  1. Site Master Fille (untuk produsen yang belum mempunyai produk yang terdaftar di Indonesia)
  2. Certificate of Pharmaceutical Product (CPP)
  3. Sertifikat CPOB/Fasilitas yang sesuai dengan jenis obat dan bentuk sediaan
  4. Keseimbangan ekspor – impor

B. Penetapan jalur evaluasi

  1. Ringkasan produk yang akan didaftar
  2. Dokumen penunjang kebutuhan program dan data pendukung sebagai obat esensial (untuk evaluasi jalur I)
  3. Dokumen proforma invoice atau surat keterangan dari yang berwenang bahwa obat ini boleh didaftarkan di Negara tujuan ekspor (untuk evaluasi jalur III obat khusus ekspor)

C. Kelengkapan data mutu dan teknologi untuk obat kopi (sejenis)

  1. Prosedur tetap metode pemeriksaan obat jadi
  2. CoA bahan baku zat aktif + protap pemeriksaan
  3. CoA zat tambahan + protap pemeriksaan
  4. CoA working standard/baku pembanding
  5. Spesifikasi obat jadi
  6. Protokol validasi proses
  7. Protokol validasi metode analisa
  8. Protokol uji stabilitas obat jadi
  9. Metode sterilisasi
  10. Spesifikasi dan prosedur tetap uji kemasan
  11. Protokol uji bioekivalensi/uji dissolusi terbanding.

Rabu, 18 November 2009

Pertemuan Forum Komunikasi Registrasi (FKR)

Pertemuan anggota Forum Komunikasi Registrasi (FKR), akan diselenggarakan pada:

Hari/tanggal : Kamis, 3 Desember 2009
Pukul : 13.00 WIB - Selesai
Tempat : Conference Room, PT. Bintang 7, Pulomas, Jakarta Timur


Agenda :

  1. Sharing ACCSQ TMHS
  2. Sharing ACCSQ Kosmetik
  3. Sharing ACCSQ Obat
  4. Diskusi regulasi registrasi

Senin, 16 November 2009

Update Nomor Registrasi Obat Jadi

Silahkan klik link di bawah ini untuk mengetahui informasi update nomor registrasi yang dikeluarkan oleh Badan POM RI (update per tgl. 16 Nopember 2009):
National Agency of Drug and Food Control

Kamis, 12 November 2009

Tuhan Sembilan Centi

Tuhan Sembilan Centi
by: Taufik Ismail


Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-
perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya
ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya,
pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini


Dikutip dari email Sdr. Ismawar Ruslan via milist fmunpad

Jumat, 06 November 2009

Pelayanan Publik Gedung B (Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi)

Lantai 1

  1. Registrasi Obat dan Produk Biologi.
  2. Certificate of Pharmaceutical Product untuk obat ekspor.
  3. Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK).
  4. Pemasukan obat penggunaan khusus:
    1. Obat untuk uji klinik.
    2. Obat untuk pengembangan produk dalam rangka registrasi.
    3. Vaksin penggunaan khusus.

Lantai 4:

Konsultasi teknis terkait dengan registrasi, uji klinik dan obat penggunaan khusus.

Ketentuan Pengambilan NIE/Persetujuan Perubahan

Berdasarkan informasi Loket Registrasi Obat, bahwa dalam rangka meningkatkan layanan informasi kepada konsumen, pada saat pengambilan No. Izin Edar dan atau Surat Persetujuan Perubahan untuk registrasi dengan kategori:

  1. Registrasi baru (obat baru, obat copy dan produk biologi).
  2. Registrasi variasi yang mempengaruhi klaim-klaim penandaan.

Agar diserahkan soft copy (dalam bentuk CD) rancangan brosur terakhir sesuai dengan yang telah disetujui terakhir untuk dimuat di web site Badan POM.

Ketentuan tentang No. Antrian Loket Registrasi Obat

Berdasarkan informasi dari Loket Registrasi Obat, ketentuan khusus tentang nomor antrian pra registrasi dan registrasi obat jadi adalah sebagai berikut:

  • Nomor antrian hanya untuk pendaftar yang stand by, bila belum siap untuk mendaftar agar tidak mengambil nomor antrian.
  • Nomor antrian penyerahan dokumen registrasi dapat diambil bila dokumen dan disket sudah lengkap.
  • Apabila pendaftar tidak berada di tempat untuk pemanggilan ke-dua, maka antrian akan dicoret dan akan dilayani setelah semua nomor antrian selesai.
  • Pengisian disket atau konsultasi tidak bisa jadi alasan belum menjawab panggilan antrian.
  • 1 (satu) nomor antrian hanya untuk mendaftarkan 1 (satu) nama produk.

Ketentuan tentang Konsultasi Registrasi Obat

Terhitung sejak tanggal 11 Maret 2009, konsultasi registrasi obat dilaksanakan di Gedung B lantai 4.

Berdasarkan informasi dari Loket Registrasi Obat, untuk efisiensi konsultasi kepada setiap pendaftar yang akan berkonsultasi agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Konsultasi dilakukan dengan berdasarkan perjanjian (appointment).
  2. Materi yang akan dikonsultasikan disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) hari sebelum konsultasi dilaksanakan.
  3. Informasi yang berkaitan dengan status registrasi produk dapat dilihat di Loket Registrasi (lantai 1).
  4. Materi yang dokonsultasikan adalah hal-hal selain butir 3 di atas.
  5. Konsultasi dilaksanakan di tempat dan waktu yang telah ditetapkan.

Kelengkapan Registrasi Ulang (Renewal)

Kelengkapan untuk registrasi ulang (renewal) adalah:

  1. Surat Pengantar
  2. Surat Pernyataan Registrasi Ulang
  3. Format ACTD Part 1
  4. Copy NIE yang terakhir diterbitkan Badan POM RI
  5. Copy Surat Persetujuan yang terakhir diterbitkan Badan POM RI
  6. Copy Form A, Form B, rancangan penandaan yang terakhir disetujui
  7. Penandaan yang mencantumkan nama generik dan HET (sesuai Permenkes No. 314/Menkes/SK/V/2006, Permenkes No. 068/Menkes/SK/II/2006 dan Permenkes No. 069/Menkes/SK/II/2006
  8. Kemasan (primer dan sekunder) obat jadi yang saat ini diedarkan (2 rangkap)
  9. Certificate of Analysis obat jadi batch produksi terakhir dan catatan/dokumen penimbangan pada batch record (untuk produks lokal)
  10. Copy invoice importasi terakhir (untuk produk impor).

Quo Vadis Sosialisasi Permenkes 1010 ?

Sudah hampir setahun sejak ditandatanganinya Permenkes RI Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat Jadi tidak jelas lagi kapan akan dilakukan sosialisasi secara resmi dari Badan POM ataupun dari Depkes RI kepada pihak industri farmasi sebagai pihak yang paling berkepentingan berkaitan dengan Permenkes tersebut. Ataukah memang pihak industri dituntut untuk mengerti dengan sendirinya untuk mengimplementasikan Permenkes tersebut dengan interpretasinya masing-masing? Masih banyak memang "PR" bagi Badan POM ataupun Depkes yang menelorkan Permenkes ini untuk menerbitkan peraturan-peraturan teknis sehubungan dengan implementasi Permenkes 1010 ini, seperti misalnya "Buku Coklat" yang selama ini menjadi kitab wajib bagi para registration officer dalam menyiapkan dossier registrasi yang harus segera direvisi untuk disesuaikan dengan Permenkes 1010 ini dan yang terutama adalah disesuaikan dengan ketentuan ACTD (Asean Common Technical Dossier) yang implementasinya sudah mulai diberlakukan sejak awal 2008 lalu.


Kembali ke belakang sebagaimana yang telah disampaikan melalui milist FKR beberapa waktu yang lalu, beberapa poin penting dan hal baru yang perlu perlu dicermati dari Permenkes 1010 yang ditandatangani tgl. 3 Nov 2009 lalu adalah sebagai berikut:


Pasal 6:

Ayat (1): Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.

Ini berarti bahwa PBF sudah tidak diperbolehkan lagi untuk mengajukan aplikasi registrasi obat produksi dalam negeri
ke POM.


Pasal 9: Obat impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

Ini artinya bahwa untuk obat-obat copy yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri sudah tidak dapat di-impor lagi.


Pasal 10:

Ayat (1): Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri.

Ayat (2): Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup alih teknologi dengan ketentuan paling lambat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam negeri.

Ini berarti bahwa untuk impor obat-obat yang termasuk dalam kategori Pasal 9 di atas, pada LoA-nya (Letter of Authorization) harus mencantumkan statement bahwa harus ada proses alih teknologi dan setelah 5 tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam negeri.

Ayat (3): Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) obat yang masih dilindungi paten.

Ini artinya bahwa untuk obat yang masih dalam masa perlindungan paten tidak perlu mencantumkan statement di atas pada LoA.


Pasal (12): Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri pemegang hak paten, atau industri farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.

Ini berarti bahwa untuk registrasi obat yang masih dalam masa perlindungan paten di Indonesia kita harus memperoleh surat penunjukan dari pemegang hak paten.


Pasal (13):

(Ayat 1): Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia dapat dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan pemegang hak paten.

(Ayat 2): Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan mulai 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan hak paten.

(Ayat 3): Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, obat yang bersangkutan hanya boleh diedarkan setelah habis masa perlindungan paten obat inovator.

Ini berarti bahwa kita bisa mengajukan aplikasi registrasi obat yang masih dalam masa perlindungan paten 2 (dua) tahun dimuka sebelum masa perlindungan patennya berakhir dan obat tersebut hanya boleh dipasarkan setelah masa perlindungan patennya berakhir.


Pasal (22):

Ayat (2): Evaluasi kembali obat yang sudah beredar dilakukan terhadap:

  1. Obat dengan resiko efek samping lebih besar dibandingkan dengan efektifitasnya yang terungkap sesudah obat dipasarkan.
  2. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari placebo.
  3. Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan Hayati/bioekivalensi.

Ayat (3): Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), industri farmasi/pendaftar wajib menarik obat tersebut dari peredaran.

Ini berarti bahwa Badan POM dengan alasan di atas bisa menarik kapan saja suatu produk yang sudah beredar di pasaran yang dinilai tidak memenuhi criteria tersebut di atas terutama criteria BE yang sekarang sedang menjadi hot issue.


Pasal 24:

Ayat (1): Bagi yang telah mengajukan permohonan dan melengkapi dokumen registrasi sebelum diberlakukannya peraturan ini tetap akan diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Registrasi Obat Jadi.

Sudah cukup jelas.

Ayat (2): Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Registrasi Obat Jadi yang habis masa berlakunya setelah ditetapkannya Peraturan ini, dapat diperpanjang untuk paling lama (2) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Peraturan ini.

Sudah cukup jelas.

Sosialisasi Ka Badan tentang Peraturan Ka Badan No. HK.00.05.1.23.3516

Hari Jumat tanggal 2 Oktober kemarin, Badan POM mengadakan acara Sosialisasi Peratuan ka Badan POM No. HK.00.05.1.23.3516 tentang Izin Edar Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan dan Makanan yang Bersumber, Mengandung dari Bahan Tertentu dan atau mengandung Alkohol, dimana yang diundang adalah perwakilan dari Asosiasi.

Kebetulan saya memperoleh kesempatan untuk mengikuti acara tersebut, untuk itu di bawah ini saya sampaikan resume dari hasil Acara Sosialiasi tersebut, sebagai berikut:

  • Peraturan ini adalah hanya merupakan perubahan dari peraturan sebelumnya yaitu Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.23.0131 Tahun 2003 tentang Pencantuman Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kadaluwarsa Pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Pangan yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi .
  • Agar Peraturan ini dapat diimplementasikan, Badan POM akan menurunkan aturan teknis berupa SOP dari Peraturan ini.
  • Ka Badan menekankan bahwa peraturan ini dibuat berdasarkan Keputusan MenKes RI No. 82/MENKES/SK/I/1996 tentang Pencantuman Tulisan "Halal" pada label Makanan (merupakan keputusan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Agama), misalnya untuk ketentuan Pasal 2 ("Hewan atau makhluk hidup lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 8 meliputi…..") adalah diambil dari KepMenKes tersebut.
  • Merujuk pada Pasal 2 Peraturan Ka Badan POM tersebut:
    • Ka Badan tidak akan memberikan izin edar untuk pendaftaran kosmetika, suplemen makanan dan obat tradisional yang mengandung bahan-bahan sebagaimana yang tercantum pada Pasal 2 tersebut.
    • Untuk pendaftaran produk yang termasuk ke dalam kategori obat dan mengandung bahan-bahan yang tercantum pada Pasal 2 tersebut, apabila bersifat kedaruratan maka Ka Badan POM akan memberikan izin edar untuk obat tersebut.
    • Kaitannya dengan Pasal 2 poin c, untuk produk obat yang menggunakan bahan powder cacing masih diperbolehkan untuk didaftar karena dari MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa bahwa cacing berbentuk powder telah dinyatakan halal, dengan catatan pada saat registrasi agar dilampirkan sertifikat halal powder cacing tersebut.
    • Kaitannya dengan Pasal 2 poin j, untuk produk obat darah dari raw material produk darah masih akan diberikan izin edar.
  • Sifat kedaruratan ini ditetapkan oleh Tim Lintas Sektor sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 3 (melalui fatwa MUI dan pernyataan dokter ahli terkait).
  • Kaitannya dengan proses registrasi obat, sifat kedaruratan ini ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses registrasi obat dilakukan.
  • Mengenai pengertian "Kedaruratan" ini, tidak selalu berarti "emergency", tapi bisa juga berarti "jika tidak ada lagi opsi lain" untuk bahan obat lainnya, seperti halnya pada kasus vaccine, dimana vaccine sendiri per definisi bukan merupakan produk untuk pengobatan yang bersifat emergency, tapi hanya bersifat pencegahan.
  • Apabila obat yang mengandung bahan tertentu tersebut diberikan izin edar oleh Ka Badan, maka pada penandaannya harus dicantumkan informasi sebagaimana yang tercantum pada Pasal 3 poin (5), (6), (7) dan (8).
  • Sebagai tambahan, selanjutnya Ka Badan akan melakukan sosialisasi juga untuk Peraturan tentang Suplemen Makanan yang sampai saat ini masih masih proses di Ka Badan.


Sistem dan Prosedur Baru Loket Obat Jadi

Sejak diresmikannya Gedung Biru Badan POM (Gedung B) oleh Ibu Kepala Badan, maka dengan serentak pula diberlakukan sistem dan prosedur registrasi di semua bagian termasuk untuk sistem dan prosedur registrasi obat jadi.

Terdapat beberapa perubahan dari sistem dan prosedur registrasi obat jadi dari yang sebelumnya diberlakukan, diantaranya yaitu:

  1. Sistem pemberlakuan nomor antrian untuk pelayanan di loket registrasi obat jadi berdasarkan jenis layanannya, diantaranya yaitu untuk aplikasi pra registrasi obat jadi, aplikasi registrasi obat jadi, pengambilan disket registrasi, penyerahan berkas tambahan data dan pengambilan Nomor Izin Edar, surat tambahan data dan surat-surat lainnya.
  2. Sistem dan prosedur konsultasi obat jadi dan produk biologi yang diatur dengan jadwal tertentu.
  3. Pemeriksaan yang lebih ketat untuk setiap berkas yang masuk ke loket registrasi mulai dari pemeriksaan berkas aplikasi pra registrasi sampai kepada pemeriksaan surat tambahan data.

Untuk kartu nomor antrian pelayanan loket obat jadi, dibedakan warnanya berdasarkan jenis pelayanannya, yaitu:

  • Putih: untuk penyerahan aplikasi pra registrasi dan registrasi.
  • Biru: untuk pengambilan disket.
  • Hijau: untuk penyerahan surat dan berkas tambahan data.
  • Pink: untuk pengambilan NIE dan surat-surat.

Setiap perusahaan hanya diperbolehkan mengambil 1 nomor antrian untuk setiap jenis pelayanan untuk satu produk yang didaftarkan.

Sedangkan untuk sistem dan prosedur pelaksanaan konsultasi, diatur sebagai berikut:

  1. Dengan Perjanjian:
    1. Perjanjian dilakukan 2 (dua) hari sebelum konsultasi
    2. Perjanjian dilakukan di Gedung B (Lantai 1) pada resepsionis Loket Registrasi Obat dengan menginformasikan materi yang akan dokonsultasikan.
  2. Dipanggil untuk Konsultasi:
    1. Jadwak dan materi konsultasi akan ditentukan sesuai jadwal konsultasi.
    2. Pendaftar akan dihubungi melalui telp./Loket.
  3. Pelaksanaan Konsultasi:
    1. Pendaftar yang telah membuat perjanjian atau dipanggil untuk konsultasi dapat langsung menuju tempat konsultasi di Gedung B (Lantai 4).
    2. Pendaftar akan dipanggil sesuai dengan daftar urut pada buku tamu oleh resepsionis Lantai 4.
  4. Untuk Jadwal konsultasi masing-masing Bagian adalah sebagai berikut:
    1. Senin: Penilaian Obat Copy (Ibu Dra. Ega Febrina) dan Produk Biologi (Ibu Juliaty, S.Si., Apt.).
    2. Selasa: Penilaian Obat Variasi (Ibu Dra. Neviyenti), Tata Operasional (Ibu Dra. Dwi Andayani), Penilaian Uji Klinik (Ibu Christine Siagian, S.Si., Apt.)
    3. Rabu: Penialian Produk Terapetik Penggunaan Khusus (Ibu Dra. Ratna Irawati), Penilaian Obat Baru Jalur 1 dan 3 (Ibu Dra. Lela Amelia) dan KaSubDit Penilaian Obat Copy (Ibu Dra. Yulia Purwarini).
    4. Kamis: Penilaian Obat Baru Jalur 2 (Ibu Dra. Herawati), Bagian Penomoran Obat Jadi (Ibu Dra. Siwi Tjandrasari) serta KaSubDit Obat Baru (Ibu Dra. Nurma Hidayati).

Satu hal yang harus diperhatikan dalam sistem dan prosedur baru registrasi obat jadi ini adalah bahwa untuk penyerahan berkas-berkas pra registrasi, registrasi dan bahkan sampai penyerahan berkas tambahan data, petugas Loket Obat Jadi akan memeriksa kelengkapan serta isi dari dokumen dengan lebih ketat dan lebih terperinci sehingga proses penilaian di bagian evaluator produk yang bersangkutan akan lebih cepat dan lebih efektif.


Penolakan Asosiasi Industri terkait Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.1.23.3516

Menyusul acara sosialisasi Peraturan Kepala Badan POM No.HK.00.05.1.23.3516 tentang "Izin Edar Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan dan Makanan yang Bersumber, Mengandung, dari Bahan Tertentu dan atau Mengandung Alkohol", ternyata menimbulkan reaksi dari kalangan industri dalam negeri yang terkena dampak dari peraturan tersebut.

Beberapa asosiasi industri membentuk aliansi untuk menyuarakan keberatan mereka atas dikeluarkannya peraturan Kepala Badan tersebut, aliansi tersebut terdiri dari:

  1. Asosiasi Pengusaha Suplemen Kesehatan Indonesia (APSKI)
  2. Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM)
  3. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI)
  4. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi Indonesia)
  5. International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG)
  6. Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (PERKOSMI)
  7. Pusat Informasi Produk Industri Makanan & Minuman (PIPIMM)
  8. National Meat Processor Association / Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia.

Beberapa tindak lanjut yang telah dilakukan masing-masing asosiasi berkenaan dengan Peraturan Kepala Badan POM tersebut diantaranya adalah:

  • PERKOSMI melalui perwakilannya telah melakukan pertemuan dengan Direktur Standardisasi Kosmetik Badan POM RI pada tanggal 20 Oktober 2009, dengan pembahasan sebagai berikut:
    • Pencantuman kadar alkohol tidak diperlukan untuk produk kosmetik (sesuai dengan pendapat Ibu Kepala BPOM, namun hal ini perlu dibakukan dalam SOP karena interpretasi peraturan dapat berbeda-beda).
    • PERKOSMI diharapkan proaktif untuk memberikan masukan bahan-bahan kosmetik yang diperkirakan masuk ke dalam kategori Bahan Tertentu (dengan kemungkinan tidak diberikan ijin edar).
  • PIPIMM melalui perwakilannya telah bertemu dengan KADIN agar KADIN dapat menampung dan memfasilitasi permasalahan dan diharapkan KADIN dapat membuat surat kepada Badan POM.
  • GAPMMI bermaksud untuk meminta bantuan KADIN dan membuat surat permohonan ke KADIN agar dapat memfasilitasi pembatalan peraturan tersebut.
  • APSKI sudah mengajukan surat keberatan mengenai definisi suplemen makanan yang tercantum pada peraturan tersebut serta sudah menyampaikan "position paper" kepada Badan POM, namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari Badan POM. Pihak Biro Hukum – Badan POM tidak bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai perbedaan definisi suplemen makanan yang ada pada peraturan tersebut dengan peraturan yang sudah ada sebelumnya. APSKI juga sudah mengajukan pertemuan audiensi dengan Kepala Badan POM, tetapi belum mendapatkan respon lebih lanjut. Hal lainnya yang menjadi bahan perhatian dari APSKI adalah pada saat sosialisasi Peraturan Kepala Badan POM No.HK.00.05.1.23.3516, Kepala BPOM berjanji bahwa untuk suplemen makanan akan diadakan pertemuan tersendiri, namun hingga saat ini belum ada kabar mengenai rencana pertemuan tersebut.
  • GP Farmasi Indonesia belum menyiapkan sikap secara formal terhadap peraturan tersebut. Namun ditinjau secara teknis medis maka peraturan tersebut dianggap kurang mengikuti perkembangan pengobatan (misalnya: plasenta saat ini digunakan untuk pengobatan sebagai sumber stem cell, urin saat ini juga digunakan untuk terapi pengobatan dan sumber hormon).
  • IPMG sepakat untuk bersama-sama dengan asosiasi lain meminta KADIN untuk mencabut peraturan tersebut atau merubah pada peraturan yang semula (yaitu Peraturan tahun 2003). IPMG juga menyarankan :
    • Tidak membicarakan/membahas peraturan tersebut pada level teknis, karena berarti hal tersebut sudah merupakan pengakuan terhadap peraturan tersebut.
    • Aliansi agar meninjau kembali pada level mana akan diperjuangkannya peraturan ini untuk dibicarakan (misalnya: penekanan pada masalah halal/tidak halal, wewenang Badan POM, atau pertimbangan terhadap dampak komersial).

Sebagai sikap akhir dari aliansi asosiasi, dibuat kesepakatan untuk membuat surat resmi kepada KADIN agar KADIN dapat memfasilitasi peninjauan kembali peraturan tersebut untuk dibatalkan. Aliansi juga mengharapkan agar KADIN akan bersedia untuk melakukan pertemuan dengan pihak aliansi setelah KADIN menerima surat remi tersebut.